Memainkan Melodi Sang Inspirasi!

RE : Bunga Kertas Tanda Tak Pernah Tamat


Puisi Balasan : Bunga Kertas Tanda Tak Pernah Tamat
Buat Adib Al Haq

Saat aku membalas hadiahmu, mungkin kamu tengah lelap tertidur
Membebeaskan otot pipimu untuk tak menegang karena tawa.
Atau mungkin kamu tengah berlari dan sibuk mencari
Tapi bukankah selalu ada waktu untuk membicarakan sebungkus kuaci?

Aku juga tak pernah mengira, gelas-gelas kita terlalu cepat kosong
Kering.
Dan saatnya waktu menghantarkan aku dan kamu ke tempat yang berbeda
Mungkin jauh, mungkin bersebrangan. Tapi jelas, kita tak lagi sama.
Tapi kala itu, aku masih bisa mendengar tawa khasmu yang bergema membius jarak.
Mengasyikan sekaligus menggelitik

Akupun masih ingat, 
Ice cream yang kamu berikan pada bocah-bocah kesayanganmu
atau dinding perosotan yang tersembunyi
Kita bermain bersama. Lupa bahwa usia tak lagi ada di sana.
Ah. Tak apalah. Kadang aku ingin sekali melepas variabel yang membebani
Tertawa lepas menyambut hujan atau sekedar tersenyum seperti pelangi
Atau bahkan berdiri berayun liar bak ilalang
Mengikuti skenariomu kadang membuatku merasa gila, tapi itu melegakan

Akupun mengira hal yang sama, kita kembali tertawa sambil menyapu detik dalam satuan biji kuaci
Mengira lantai kamemeut akan panas mengingatkan waktu,
atau tumpukan piring yang berisyarat memberikan bendera putih pada dompet mahasiswa.
hhmm... tapi tentu kita akan selalu bicara
Bahkan tanpa sebungkus kuaci di atas meja.
atau tanpa gelas-gelas moca, atau tumpukan piring.
Kita berbicara dan bercerita.
Lewat frekuensi, lewat isyarat, lewat syair yang hanya aku dan kamu yang mengerti

Kadang kita ini apa?
Apakah perlu mimikirkan itu
Saat kita sama-sama tertawa dan melepas beban, bukankah itu cukup untuk mendefinisikan kita?
Sesederhana itu bukan?

Heii... bagaimana langkahmu hari ini?
Kudengar kau kembali menaiki tangga cahaya itu. dan bukannya memang sedari dulu begitu?
Aku tak pernah membayangkan, seberapa jauh anak tangga yang kamu lewati
seberapa tinggi harapmu
Tapi disanalah kamu akan petik bintang-bintangmu bukan?
Iya, di lapis-lapis langit.

Oh iya. Sudah berpuas bukan dengan romanmu?
Atau sudah lelah juga kah kakimu mengembara dari batas pantai ke puncak.
Ayolah, aku menunggu kabar bahagia itu darimu.
Kudengar, sudah ada yang menunggumu di tempat yang hanya kalian yang tau.

Aku tak sabar lagi,
Aku ingin mendengar tawa lepas dan melihat kilaumu mengalahkan Sri Mulyani atau bahkan Einstein
Bukankah kalian sama?

 Temanmu,
Fantri Rizkiani Suharja
Jakarta, 1 Juli 2015

0 komentar:

Posting Komentar

 

About