Memainkan Melodi Sang Inspirasi!

Psedo Code Hidup part 1


     Gelap malam menggiring suara-suara riuh kembali ke alam mimpi setiap individu. Sepi senyap hanya suara langkah satu dua orang yang berjalan di lorong yang mampu ditransmisikan ke indera pendengar gadis bernama Kanza itu.  Suara langkah kakinya yang ditolak dinding lebih sering  ia tangkap dibanding variabel suara lainnya.
     Ingin sekali Kanza cepat berada di dalam kamar kosannya yang nyaman. Memberikan hak pada tubuh yang senantiasa setia berada di setiap agendanya yang telah terjadwal dari pagi tadi sejak jam 05.30 sampai sekarang pukul 23.13. Belum sempat ia berjumpa matahari hari ini. Untung saja purnama tertutup awan mendung itu masih bisa  ia lihat dari balik jendela. Paling tidak, cahaya yang ia lihat hari ini bukan hanya cahaya lampu di lab atau laptopnya. 
     Kanza mempercepat langkahnya. Riset di laboratorium  untuk sementara ia istirahatkan dan akan ia temui bersama teman-temannya besok pagi. Ardhi, teman di laboratorium yang sama-sama mengerjakan projek riset dengannya sempat bersikukuh untuk menyelesaikan proyek mereka malam itu. Tapi jujur saja, sebelum melanjutkan berinteraksi dengan komputer lewat kode-kode asing, gadis cantik itu lebih memilih untuk memprogram ulang pikirannya dari kejenuhan dunia kampus dan riset saat ini. Ah! Jenuh rasanya.
      "Gak perlu aku anter kan Kan?" Tanya Ardi yang menyusul Kanza di lorong gedung lab. centre kampus. 
     "Gak usah. Bisa pulang sendiri. Lanjutin aja risetmu. Bukannya itu maumu supaya cepet selesai?" jawab Kanza ketus.
     "Ok. Baguslah. Kamu sama Dera gak bisa diajak lari. Dera dipress dikit sakit. Kamu dipress dikit ngambek. Untung mandiri, bisa pulang sendiri. Ok. aku balik ke lab. Emang harus kerja sendiri" Ardi membalasnya.
     "Apanya kerja sendiri? Apanya di press dikit? kamu kira kita robot? Bukannya dari kemarin aku sama Dera yang banyak ngerjain progress proyek itu selama kamu di Nagoya kemarin. Udah hampir selesai Di. Tapi apa, waktu kamu dateng semuanya dimulai dari 0 lagi. Padahal semuanya udah hampir sempurna dengan requirement." Jawab Kanza makin emosi.
     "Apanya yang sesuai requirement Kan? Itu masih jauh kali.."
     "Yaudah terserah kamu. Tapi untuk malam ini aku mau istirahat dulu. Aku udah capek, udah ga bisa mikir. Ok? Please" Tanpa menunggu jawaban Ardi, tak ingin memperpanjang Kanza meninggalkan Ardhi bersama emosinya yang masih tampak di raut wajahnya.
      Kalau mau marah kenapa harus pake basa-basi nawarin nganter pulang sih. Batin Kanza dalam hati.
      Kanza semakin mempercepat langkahnya keluar gedung. Ah benar saja, sudah sangat sepi di daerah kampus. Ia harus berjalan ke gerbang belakang yang cukup jauh dengan terbebani berat tasnya, lelah raganya, atau beban pikiran lainnya. Belum lagi partikel air yang jatuh merintik makin memperburuk keadaannya saat itu.  
      Segeralah kaki hantarkan aku ke atas tempat tidurku.  Tuturnya dalam hati pada kaki yang setia menemani langkahnya.
     Kanza memilih jalan pintas. Meraba gelap jalan yang tak berpenerangan, purnama yang bersinar tertutup rimbun pohon-pohon raksasa penatap sejarah kampus. Sulit sekali baginya untuk memprediksi apa yang diinjaknya saat ini. Membayangkan melewati selokan dalam yang tak tertutup, jatuh dan berpikir siapa yang menolongnya. Sempat terbersit sesal menolak tawaran Ardhi yang basa-basi.  
     Ah Tidak! Yang ada dia malah ngomel sepanjang jalan. Jangan mikir macam-macam. Ayoo Kanza, jalan saja!.Bujuknya tetap meraba jalan dengan kaki.
     "Ah selokan!" Keluhnya pada dirinya sendiri. "Ini selokan ditutup gak sih? Perasaan ga ditutup deh."Ia mencoba menerka, dan melangkahkan satu kakinya untuk mengecek. "Untunglah sudah ditutup." Ucapnya lega saat kakinya merasa ada padatan yang dijadikan pijakan. Kanzapun tak ragu melanjutkan langkahnya pulang ke kosan. Tujuh menit kemudian sampailah ia di kosannya, tak ingin lebih lama menunda waktu istirahat ia segera melewati jejeran kamar yang sudah tertutup dan melangkah ke kamar nomor 13, kamarnya. Yup, kamar dengan angka keramat, tapi 13 adalah angka fovorit Kanza. 
     Langkahnya terhenti di depan kamar nomor 9 yang pintunya terbuka sedikit. Kamar itu berbeda dari kamar kosan lainnya, penuh dengan alat-alat seperti di lab. Ada beberapa orang yang tak ia kenal di dalamnya. Seorang gadis seumuran Kanza dengan rambut pendek sebahu yang diikat sembarang duduk di depan komputer sekilas mengerjakan apa yang kukenal dengan sebutan 'coding'.  Ia menerka gadis itu adalah penghuni baru kamar nomor 9. Setaunya kamar nomor 9 selalu ditutup dan tidak ada penghuninya.
     "Jaringan kita berhasil tersambung dengan jaringan di atas prof" Suara laki-laki terdengar di balik pintu. Tampak sedang berbicara pada satu orang lainnya yang tertutup pintu di ruangan sana.
     "Syukurlah, paling tidak kita bisa terhubung ke sana." Suara laki-laki satunya yang nampak lebih tua terdengar lega.
     Kanza mencoba mendekat dan meraih gagang pintu lalu membukanya.
     "Maaf" Kanza membuka pembicaraan. "Ini kosan putri, dan udah hampir jam setengah dua belas malam. Sebaiknya teman kamu pulang." Lanjutnya tanpa basa-basi merasa risih. Mereka bertiga menatap Kanza heran.
     "Hai!! Anak baru ya? " Sapa ramah perempuan seumuran Kanza itu.
     "Anak baru? Saya udah satu tahun ngekos di kamar ini. Di kamar 13. Bukannya Kamu yang anak baru?"Ucap Kanza langsung ke tujuan. Ia sangat malas berbasa-basi dengan orang baru, apalagi yang menurutnya tidak sopan membawa laki-laki masuk semalam ini. 
     Ketiga orang dihadapannya saling pandang heran.
   "Oh iya, saya anak baru. Tadi cuma bercanda. Kenalkan nama saya Prita. Mahasiswa jurusan informatika."  Gadis yang bernama Prita itu menjulurkan tangannya. 
    "Kanza. Informatika juga" Jawab Kanza singkat sambil menyalami Prita dan memandang dua orang di belakang Prita.
     "Oh itu Kakak saya, Dika dan Profesor Mizuno. Guru besar di kampus kita." Prita menjawab pandangan Kanza.
     Kanza tidak pernah melihat tiga orang ini sebelumnya. Tapi nama profesor Mizuno nampaknya tidak asing ditelinganya. 
     "Oh gitu. Yaudah, cepat suruh kakakmu dan profesor pulang. Jangan lupa kunci kosannya kalau mereka pulang" Lanjut Kanza tanpa memperhatikan label 'saudara' atau 'profesor' yang telah Prita jelaskan.
     "Ok" Senyum Prita.
     Kanza melanjutkan langkahnya ke kamar nomor 13. Membuka kuncinya. Meletakan tasnya di atas kursi dan mengambil perlengkapan mandinya.
     "Di mana handuku?" Tanyanya pada dirinya sendiri ketika melihat tempat handuknya kosong. Ia melanjutkan membuka lemari dan menemukan handuk berwarna pink. "Handuk siapa ini?" Kanza mengingat bahwa ia sama sekali tidak menyukai warna pink. Semua perabot di kamarnya dodominasi dengan warna putih. Termasuk peralatan mandinya.
      Kelelahannya membuatnya pasrah pada pencarian. Mungkin saja handuk itu milik adiknya yang memang penggemar pink dan suka sekali menemui Kanza. Selepas mandi ia membaringkan tubuhnya dan terlelap tidur untuk melupakan hari yang melelahkan itu.

***
    "Apa yang harus kita lakukan pada lorong ini profesor? Semakin lama banyak yang terjebak dalam lubang itu." Tanya Prita pada profesor Mizuno. 
    "Kita harus segera menutupnya Prita. Menemukan cara menutupnya, menemukan 13 lorong-lorong yang ada. Kita sendiri gak tau letak 13 lorong itu dimana saja. Apakah tersebar di seluruh dunia atau hanya di Indonesia, atau hanya di Bandung, atau mungkin hanya di kampus kita." Profesor Mizuno menjelaskan hal yang telah diucapkannya berulang-ulang kali selama 5 tahun terakhir ini. 
    "Lalu bagaimana dengan Kanza? Apa yang akan kita lakukan terhadapnya? Apakah ia harus tahu apa yang sedang terjadi?" Tanya Dika pada profesor Mizuno.
    "Seperti biasa. Kita harus tetap memberi tahunya, sama halnya seperti kita memberi tahu yang lainnya. Meskipun akhirnya mereka menganggap kita aneh dan gila." Jawab profesor Mizuno.
     Kakak beradik Prita dan Dika mengangguk mengiyakan. 
    Malam semakin larut. Namun ketiganya sama sekali tak berhenti melakukan aktivitasnya. Kantuk dan lelah tidak mengurangi semangat Prita dan Dika untuk memecahkan teka-teki kode ini .  Kenyataan bahwa malam ini mereka mendapatkan kemajuan untuk menyambungkan koneksi dunianya dengan dunia mereka sebelumnya membuahkan harapkan. Pukulan dengan masuknya Kanza sebagai individu baru yang lahir di dunia baru ini semakin membuat mereka termotivasi untuk menghasilkan lebih banyak penemuan yang bisa mengakhiri dunianya itu.
***
  "Lalu bagaimana dengan Kanza? Apa yang akan kita lakukan terhadapnya? Apakah ia harus tahu apa yang sedang terjadi?"
Apa yang sebenarnya terjadi?
"13 lorong?"
Di mana mereka berada....
-Bersambung-

0 komentar:

Posting Komentar

 

About